Sunday, February 28, 2016

WANITA

Aku terlalu bahagia menjadi lemah hingga ku tak sadar tangisku berdarah
Hatiku selalu berganti musim menahan sikapmu yang semakin sering berubah
Terlalu kuatku menghadang badai tapi rapuh atas hembusan senyummu menipu
Rasaku memang bukan untuk kau cicipi setiap pagi dan kau hirup ketika malam
Tapi aku terlalu lelah sekarang…
Terlalu banyak rasa untukmu di langitku tapi kelabu tak berpelangi
Aku ingin mencoba menjadi dirimu layaknya robot yang terfokus pada garis hitam
Mungkin akan kulakukan suatu saat nanti karena sekarang kita sedang berlomba untuk saling melupakan
Karna yang akan teringat nanti hanya engkau seorang lelaki
Kurasa begitupun aku diingatanmu kelak

Hanya seorang Wanita

Karya: Syelvi Yunita Arianti



Pendengar Telepon

Ada sentuhan lembut saat panggilan bergetar itu menyapa kantong celanamu
Wanitamu… kurasa
Cukup lama kau pandangi benda layar sentuh persegi itu
Sebelum seribu kata kerja merangkul menjadi kalimat di otakmu
Bukan salam hanya sapaan biasa dari gerakan ringan bibirmu
“Hallo..”
Suara beratmu masuk ke pori-pori telepon yang kau genggam di jemari kananmu
Pandanganku berlari kesana kemari
Menarik diri dari peredaran tukar susunan kata antara kau dan dia yang entah siapa
Tapi, telingaku selalu kembali mendekati sumber bahasa tak asing
Telingaku memang selalu tak bisa berjalan bersama dengan mataku

Aku pendengar telepon yang tak berkomentar
Hanya bergumam sedikit dalam kalbuku
Mengagumi suara beratmu
Aku pendengar telepon yang berkhayal dikemudian 
Aku menjadi sang pendengar suaramu bukan pendengar teleponmu

Karya: Syelvi Yunita Arianti

Monday, January 4, 2016

Hadir.... Kini

Dia, menari menghembus jingga berwarna tak berbayang
Menggoyangkan lekuk awan dalam mentari berselendang
Melangkah dan melompat kecil menorehkan jajaran bintang
Tak lihat senyuman mentari mengekang

Dia, hamparan ranting tua tak berbunyi
Melayang tinggal hanyut dalam sunyi
Berdenting dihempas kaki bernyanyi
Kemana sore kini?

Dia, mengulang tanya tak bertepi
Merintih… Mencari jingga yang menari
Menjulangkan tangan menarik selendang sang mentari

Cukuplah senja yang kan hadir… kini…

Karya: Syelvi Yunita Arianti

Thursday, December 3, 2015

Buih dan Buai Sore

Kemuning air sungai berarak pulang
Dari hulu menuju hilir, air beriring begitu riang
Sepasang mata pelan- pelan mengantar pulang
Olehnya, senja berona megah

Di Tepian Segah, sore menjelma mewah
Dua wajah saling melafal pasrah
Hanyut oleh buih dan buai langit yang perlahan pecah memerah

Dua senyum merekah tetap saja melangkah
Tersesat arus seakan tak ingin menyerah dan telah memilih serumah
Enggan terpisah, pun patah
Apalagi berakhir jengah

Namun, sore di tepian segah,

Langit yang dijemput gelap menjelma gelisah
Seakan tahu, sedang ada cinta yang resah memilih jubah?

Karya: Ichoel_sip

PENGANTAR SORE

Tak ada lagi ruang kosong di kepala ini
Angka dan kata berlomba memperebutkannya
Namun tak mampu tertampung
Wadah ini telah tumpah dan berlarian meninggalkannya

Sosok itu hadir...
Membawa suasana sore yang teduh
Menemani mengumpulkan kembali jiwa yang tercerai
Untuk kembali dirajut nyata

Tanya dalam benak terus menjelajah
Gelisah memikirkan kata orang,
tak mampu menyakiti walau tersakiti

Namun sosok di sore itu kembali menarikku untuk tak pergi jauh
Mengembalikan keakuan ku

Kehadirannya membawa sore ku kembali berwarna
Karena ku telah menemukan diriku yang telah lama tersimpan

Tuesday, December 1, 2015

LANGKAH BERBEDA

Hai kawan, mengapa sekarang engkau berubah
Ku merindukan sosokmu yang dulu,
Sosok karibku, yang selalu bisa menjadi teman dan keluarga bagiku

Namun kawan, Engkau sudah tak sama lagi
Ada benteng yang sangat tinggi menjulang diantara kita,
Diantara hiruk pikuknya suasana, kita tak saling mendengar
kita hanya terdiam dan tenggelam dalam permainan pikiran

Ego kita saling melukai, dan kita t'lah menjadi korban
Kita t'lah sampai kepada tahap saling menyakiti dalam diam
Diam ini menyiksaku, dan ku yakin juga menyiksamu

Kawan, engkau masih terbuai dalam romantisme lama
Dan tanpa sadar enggan untuk meninggalkannya
Sementara aku ingin bergerak maju, dan meninggalkannya

Kini langkah kita t'lah berbeda
Akankah kita, kan bertemu di ujung jalan yang sama
Atau kita akan memilih jalan yang terpisah

Monday, November 23, 2015

ROMANTISME MENYAPA

Senyum itu tiba-tiba hadir diwajahku
Senyum tipis, malu-malu tergambar jelas di raut wajah mungil ini
Sinar mata memancarkan kebahagiaan
Kebahagian yang memuncak tak terbendung dalam jiwa,
Membawaku terbang ke angan rasa

Romantisme menyapa hati, merasuk kedalaman jiwa

Alunan merdu piano......, 
Alunan setiap untaian kata dalam puisi 
Membuat hati semakin luluh tak berdaya

Aku larut dalam buaian alunan nada
Alunan yang meninabobokan telinga ini
Hingga ku enggan beranjak pergi
Enggan meninggalkan segala rasa yang t'lah tercipta 
Akupun seolah-olah berbisik kepadanya
"Romantisme sapalah aku dilain waktu"